Bird
Song
Ribuan pepohonan tinggi
menjulang, tanaman – tanaman kecil berdesakkan. Beraneka bunga menghiasi
hamparan hijau nan asri. Tak lelah mutiara – mutiara lembut menyiraminya setiap
pagi. Cahaya sinar mentari menembus samar – samar di sela – sela pepohonan.
Terbitlah terang menelan gelap pekatnya malam. Semilir angin berhembus
menyegarkan belantara yang luas. Begitu damai, begitu teduh. Kabut – kabut
tipis menyela desiran angin menyapu. Mengiringi nyanyian merdu sang penyair
shubuh.
Begitu istimewanya alam
semesta ciptaan Tuhan untuknya. Ia baru saja terbangun dari mimpi malam. Paginya
menyambut dengan syahdu. Ia lihat dibawah sana, sungai jernih mengalir tanpa
cela. Menembus dasar. Ia menyebutnya surga. Ia tinggal lima bersaudara. Ia
paling bungsu. Ia belum bisa bersuara, ia belum bisa menggelayut menakhlukkan
angin seperti ayah ibu dan saudara – saudaranya. Seketika mereka menghempas,
keluar dari rumah mungil anyaman rumput kering yang tersusun dan tertata rapi.
Sebuah karya seni bernilai tinggi bagi sang kreasi. Ia sendirian, ia tidak tahu
harus melakukan apa. Ia hanya bisa menatap embun – embun yang menari di dedaunan
tak jauh dari pandangannya. Sesekali induknya datang membawa makanan untuknya
dan menyuapkan kepadanya hingga ia beranjak besar. Induknya tak lelah
mengajarinya bernyanyi setiap hari. “Kau semakin beranjak besar. Aku akan
mengajarimu menyanyikan lagu cinta kepadamu.” Ibunya menuturkan kepadanya. Ia
senang sekali. Ia lemparkan senyum padanya. Setiap hari induknya mengajarinya
bernyanyi. Hingga akhirnya ia pandai bernyanyi. Selalu ia nyanyikan lagu cinta
yang di ajarkan induknya kepadanya. Kala sang fajar menyambut hingga matahari
terbenam di ufuk barat. Ia persembahkan nyanyian merdunya kepada alam semesta
yang begitu teduh dan damai. Telah di ciptakannya rumah yang maha luas dan beraneka ragam kehidupan di
dalamnya oleh sang Maha Pencipta. Tapi ia belum pandai melayang – layang di
udara. “Ibu! Ajarkan aku agar bisa terbang yang tinggi. Aku ingin melihat taman
kita yang indah.” Ia meminta kepada induknya agar ia mengajarinya terbang,
tubuhnya yang mungil terbalut bulu – bulu lembut berwarna putih bersih belum
lincah. Induknya nampak tersenyum menatapnya seraya berkata “ Ibu tidak bisa
mengajarimu terbang. Kelak kau akan bisa terbang melayang – layang. Seiring
waktu akan tumbuh panjang bulu – bulu di kedua sayapmu. Kau hanya butuh tempat
dimana kau akan belajar.”
Lalu ia alihkan
pandangannya ke bentangan hijau nan rimbun jauh di sana. Ia melihat pegunungan ini
berkabut tipis, bersanding dengan aliran sungai yang jernih. Terlihat sejuk,
segar menjadi sumber kehidupan mereka. Begitu maha luasnya. Ia menyadari bahwa
ia hanyalah seekor burung kecil yang menjadi penghiasnya. Sebagai pelengkap
keindahan alam yang murni dan alami. “Baik ibu, aku mengerti.”. “Tapi, apakah
aku harus berpisah dengan ibu dan saudara – saudaraku? Bagaimana aku bisa
bertahan hidup tanpa ibu?” Ucap burung kecil itu kepada induknya. Ia
merperlihatkan kesedihannya. “ Putraku, lihatlah pohon – pohon tinggi menjulang
itu. Ketika tumbuh ia sendirian. Tidak mudah ia untuk berdiri kokoh seperti
itu. Kala ia masih bertunas, ia harus berjuang dengan ulat – ulat, yang ketika
tumbuh daun, ulat – ulat menyerangnya dan memakannya. Ia harus menumbuhkan
daunya lagi, namun ulat – ulat kembali lagi dan memakannya. Begitu dan
seterusnya. Ada yang tetap tumbuh, ada juga yang mati. Ketika tunas tumbuh
menjadi pohon besar, ia harus melawan angin kencang yang menerpanya. Ranting –
ranting nya akan jatuh bahkan batangnya tumbang. Ia harus berjuang kembali
melawan badai yang menghantamnya. Belum lagi kalau musim kemarau, ia harus
bertahan hidup agar ia tetap berdiri kokoh walaupun ia harus menggugurkan daun
– daunya, batang yang besar dan ranting – ranting indah itu akan rapuh dan
jatuh.” Burung kecil itu tertunduk diam. Memahami apa yang telah di tuturkan
induknya. Ia belum mengerti. Induknya pergi meninggalkannya.
Burung kecil melihat
dirinya sendiri. Ia masih berpikir. Pandanganya jauh menembus kabut belantara.
Ia berusaha meyakinkan dirinya. Karena ia ingin belajar terbang. Ia melompat
dari sarangnya. Melayangkan dirinya. Menggelayut mengikuti arah angin yang
membawanya. Kedua sayapnya nampak kesulitan mengendalikan angin yang menghempasnya.
Entah berapa lama ia mengudara hingga akhirnya burung kecil itu terjatuh di
semak – semak belukar. Sangat rimbun, ia memandang jauh ke atas. Matanya tak
menemukan gunung berkabut tempat ia tinggal bersama induknya. Ia berpikir
tempat ini sangat jauh. Di sini ia bertemu dengan seekor ular, burung kecil ini
mencoba mengepakan sayapnya untuk meninggi dan menjauh, namun ia belum bisa.
Ular itu mengintainya. Mata ular menatap ke arahnya, lidahnya yang sesekali
menjulur membuatnya ketakutan. Ia berpikir bahwa ia akan menjadi mangsanya.
Burung kecil ini kebingungan. Ia berusaha melompat – lompat antar tanaman
kecil. Tapi ular hitam seram itu tetap mengikutinya. Tidak ada yang menolongnya
dari ancaman ular yang terus mengejarnya. Ia terus melompat – lompat antar tanaman.
Ia merasa lelah dan terjatuh. Ular yang sedari tadi mengikutinya dengan mudah
mematuk dan melilitnya. Burung kecil itu tiada berdaya melawan lilitan ular
yang menenggelamkan sebagian tubuhnya. Bulu – bulu lembut di tubuhnya mulai
lunglai. Ular tidak langsung memakannya, ia melilitnya dahulu hingga mati baru
ia melahapanya. Burung kecil masih punya beberapa waktu untuk terus berjuang
melawan kuatnya lilitan ular. Namun lagi lagi ia tak mampu melepaskan diri dari
gulungan bersisik itu. Ia berpikir ia akan mati. Seketika ia mengingat apa yang
di katakan induknya. “Apakah ini yang di maksud ibu? Aku harus berjuang jika
aku ingin tetap hidup. Tapi mana mungkin aku bisa menang melawan ular yang
tubuhnya lebih besar daripada tubuhku?”. Terlihat barisan semut – semut hitam
di ranting tanaman menyaksikan suasana mencekam. Seekor kupu – kupu kuning
terbang di sekitarnya dengan santai. Ia tak tahu jika burung kecil itu dalam
bahaya. Belalang berwarna hijau muda yang menempel di rerumputan hanya diam
saja. Seolah tak tahu pemandangan di sekitarnya. Burung kecil telah mengeluarkan
semua tenaganya, Ia tetap tak mampu menandingi lilitan ular yang begitu kuat
menggulungnya. Ia pasrah, tak tahu lagi apa yang ia lakukan. Ia akan mati dalam
perut seekor ular hitam yang menyeramkan. Matanya memandang muka ular itu, ia
akan masuk mulutnya beberapa saat lagi setelah ia tak bernafas. Namun, perlahan
– lahan lilitan ular itu semakin meregang. Gulungan tubuhnya mulai lemah. Ia
bisa menggerakkan sebelah sayapnya. Seekor elang telah datang dan mencengkeram
tubuh ular itu. Ini adalah kesempatan burung kecil untuk meloloskan diri dari
balutan ular. Ia berhasil terlepas, terlihat ular itu sedang melawan
cengkeraman elang besar yang menjadi musuh bebuyutannya. Ia segera melompat ke
tanaman dan meninggalkan kedua hewan yang sedang bertaruh nyawa itu. Ia masih
ketakutan. Ia masih hidup dan ia akan berhati – hati. Ia terus menjauh dan
mencari tempat yang menurutnya aman. Ia menemukan sudut belantara yang lebat,
terdapat tanaman kecil dan sedang. Di
tempat inilah ia belajar terbang. Belajar, belajar, belajar, dan terus belajar.
Seiring waktu berjalan bulu – bulu pada sayapnya tumbuh panjang. Ia semakin
mudah untuk terbang kesana – kemari. Seraya bernyanyi lagu cinta yang di
ajarkan induknya. Ia nampak ria dengan hari – harinya. Ia melintasi persawahan
yang hijau, ia mampu menggapai pohon – pohon yang tinggi. Tak terasa ia telah
tumbuh menjadi burung dewasa. Ia sangat menikmatinya. Ketika ia bernyanyi di
sebuah ranting. Sesekali ia mengingat rumahnya yang berada di gunung berkabut,
kadang ia merindukannya. Rumah yang teduh dan damai menurutnya. “ Duarr!”
Burung kecil yang tumbuh menjadi dewasa itu terjatuh dari ranting pohon yang
tinggi. “ Ia melihat kakinya kanannya hancur. Ia tidak tahu apa yang baru saja
terjadi. Terdengar suara – suara di sekitarnya. “ Tadi kayaknya tepat sasaran,
burungnya jatuh ke bawah semak”. Entah suara apa dan dari siapa ia tidak
mengerti. “ Ayo kita cari!” Sahutan suara yang terdengar samar – samar. Burung
itu segera bangun dengan panjatan satu kakinya ia segera terbang bersembunyi di
balik dedaunan salah satu pohon. Ia memandang kebawah ada dua orang sedang
mencari sesuatu dengan memegang senapan. Ia adalah pemburu. Burung yang kaki
kanannya telah hancur terbang meninggalkan tempat itu. Tempat yang ia temukan
untuk belajar terbang sudah tidak aman. Beruntung kedua sayapnya tidak terkena
peluru sang pemburu. Ia terbang tinggi melayang – layang seraya bernyanyi lagu
cinta. Terus melayang – layang hingga
akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke rumahnya. Ia menyebutnya gunung
berkabut. Ia sudah pandai terbang, ia ingin pulang, ingin bercerita kepada
induknya dan bertemu dengan saudara – saudaranya. Segera ia menggelayut melawan
angin yang menghempasnya. Semakin tinggi ia terbang, semakin kencang angin yang
menghempasnya. Itu bukan kesulitan baginya karena ia sudah pandai mengendalikan
angin. Ia terus melayang menuju rumahnya. Nampaknya cukup jauh ia meninggalkan
rumahnya. Ia terus berputar – putar. Ia melihat sungai yang dulu ia lihat
bersanding dengan tempat tinggalnya. Namun ia tak mendapati gunung yang
berkabut. Yang ia lihat gunung itu telah tandus, tiada lagi pohon – pohon hijau
menjulang tinggi. Tiada lagi aneka tanaman bunga menghiasi gunung . Tiada lagi
kabut yang menyelimuti gunung. Ia juga tak menemukan induknya bersama saudara –
saudaranya. Ia tidak mengerti apa yang sudah terjadi dengan rumahnya. Ia turun
mendekati bibir sungai. Tiada air yang mengalir, sungai itu mengering. Awan tak
mau lagi menitikkan air mata. Burung itu merenung. Ia benar – benar tidak tahu
apa yang sudah terjadi. Ia melihat manusia – manusia telah menebangi pohon –
pohon di gunung itu. Ia begitu sedih. Ia mengepakkan sayapnya kembali ke atas,
melayang berputar – putar memandang gunung yang berubah tandus dan sungai yang
telah mengering. Ia hanya ingin pulang ke rumahnya. Ia ingin menyanyikan lagu
cinta yang telah di ajarkan induknya kala matahari terbit. Ia terus mengepakkan
sayapnya, ia melayang sangat tinggi. Ia ingin menemukan jawaban dari langit.
03 Februari 2016, Penulis
Yuanto
Ret
Belum ada tanggapan untuk "CERPEN : BIRD SONG."
Posting Komentar